4/05/2008

Dongeng Negeri “Gemah Ripah Loh Jinawi”

Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu menjadi tanaman

Seperti diberitakan media massa, di Makassar seorang ibu yang sedang hamil tujuh bulan dan anaknya yang berusia lima tahun meninggal karena kelaparan. Di Temanggung, Jawa Tengah, dikabarkan 299 anak menderita gizi buruk akut. Sebagian besar dari mereka belum tertangani karena minimnya fasilitas pelayanan. Tercatat, gizi buruk memberikan kontribusi 50% kematian dunia.

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengakui, gizi buruk di Indonesia terbilang sangat besar. Tahun 2007 lalu tercatat 4,1 juta kepala menderita gizi buruk.

Sudah sedemikian parahkah negeri ini, sehingga bisa disejajarkan dengan Somalia yang rakyatnya mati karena kelaparan? Apa betul persediaan beras di Bulog sudah semakin kritis? Atau jangan-jangan ada tikus-tikus nakal yang menggerogoti lumbung padi itu.

Melihat keprihatinan itu, massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menggelar Aksi Keprihatinan Nasional. Selain digelar di Jakarta, Rabu 5/03 aksi ini juga dilaksanakan di sejumlah kota, seperti Medan, Padang, Pekanbru, Palembang, Lampung, Bandung, Serang-Banten, Jogyakarta, Semarang, Solo, Surabaya, Malang, Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan, Makassar, dan Kendari.

Dalam aksinya itu, HTI menyerukan kepada pemerintah untuk bertindak cepat dan segera: Pertama, mencegah jatuhnya korban susulan akibat kekurangan pangan yang menyebabkan busung lapar.

Kedua, menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok, sehingga terjangkau oleh masyarakat.

Ketiga, menghentikan tindak korupsi dan memberantasnya hingga tuntas. Keempat, memperbaiki infrastruktur (jalan, jembatan) dan lingkungan yang rusak (longsor, banjir dan seterusnya) agar tidak menimbulkan kerugian, kesulitan, penderitaan dan korban yang lebih banyak lagi.

HTI juga menolak cara-cara sekuler-kapitalistik, termasuk campur tangan lembaga dan negara asing dalam pengaturan ekonomi Indonesia, khususnya dalam penentuan kebijakan pengeolaan sumberdaya alam, kebijakan energi, kebijakan pangan, kebijakan ekspor-impor dan sebagainya.

Sudah saatnya, sistem sekuler-kapitalisme yang selama ini mencengkram Indonesia dan menimbulkan kesengsaraan rakyat harus ditinggalkan.

Sebuah pemandangan yang ironis, negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi ini, nyatanya rakyat kelaparan, sementara elit politik dan pemerintahan serta kelompok kecil masyarakat justru hidup dengan kemewahan dan bergelimang fasilitas. Dana puluhan bahkan ratusan miliar digelontorkan dalam pilkada demi meraih kekuasaan, sedangkan rakyat jelata hidup sengsara penuh penderitaan.

HTI menyerukan seluruh rakyat Indonesia untuk meningkatkan kepedulian dan solidaritas sosial. Dampak buruknya kebijakan pemerintah, menyebabkan busung lapar dan kematian akibat kelaparan. Jika pemerintah buka mata hati, buka mata dan telinga, tentu hal itu tak perlu terjadi. (Adhes Satria)

Tidak ada komentar: